Pada tanggal 8 Juli 2023, Paus Fransiskus telah menunjuk P. Victorius Dwiardy, OFMCap. sebagai Uskup Banjarmasin yang baru, menggantikan Mgr. Petrus Boddeng Timang yang mengundurkan diri karena sudah berusia 76 tahun. Mgr. Victorius Dwiardy OFMCap. adalah salah seorang sosok yang mampu membuktikan bahwa seorang anak kampung pun akan sanggup menjadi orang besar, apabila mau bekerja keras, bermental baja, dan mengandalkan Tuhan.
LATAR BELAKANG KELUARGA
Mgr. Victorius Dwiardy, OFMCap. adalah seorang putera Dayak Bekati’ yang lahir di kampung Sebalos, 14 Desember 1968, dari pasangan bapak Jibrael Kondoh dan ibu Yupita Gumi. Dia merupakan anak kedua dari tujuh bersaudara, 3 laki-laki dan 4 perempuan. Dia adalah anak laki-laki yang tertua. Dia dibaptis di kampung halamannya oleh P. Dismas Waterreus, OFMCap. pada tanggal 3 Februari 1969. Sakramen Penguatan (Krisma) diterimanya pada saat menempuh pendidikan di SMA Seminari Menengah St. Paulus, Nyarumkop, pada tanggal 1 Maret 1987.
Victorius berasal dari keluarga petani dengan penghasilan ekonomi yang cukup baik. Oleh karena itu, biaya pendidikan anak-anak dan pemenuhan kebutuhan keluarga sehari-hari tidak terlalu menjadi masalah. Sepulangnya dari sekolah atau pada saat liburan, Victorius sering membantu orangtuanya bekerja di kebun dan di ladang. Orangtuanya adalah pribadi-pribadi yang sederhana tanpa banyak pendidikan, namun sangat kuat mendorong anak-anak mereka supaya bisa sekolah setinggi-tingginya.
Ayahnya pernah menjadi wakil pemimpin umat. Oleh karena itu, hidup rohani dan devosi sudah diperkenalkan kepada Victorius sejak dini. Orangtuanya sering mencari waktu untuk doa bersama, dan keluarga mereka juga aktif dalam menghadiri Ibadat Sabda maupun Misa Kudus pada hari Minggu di Gereja St. Yosef, Param. Dari pihak ibunya, Victorius belajar untuk hidup disiplin. Ibunya adalah seorang yang sederhana, namun sangat disiplin dan berkemauan keras. Victorius diajarkannya untuk tidak pernah memboroskan waktunya dengan sia-sia. Baginya, waktu harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin agar memperoleh sesuatu yang menghasilkan.
MASA KECIL DAN AWAL PANGGILAN
Victorius, putera asli dari kampung Sebalos, Desa Sango, Kecamatan Sanggau Ledo, Kabupten Bengkayang ini mengenyam pendidikan awalnya di SD Negeri Paling (lulus pada tahun 1982). Ketika duduk di bangku SD kelas V, Victorius sudah punya keinginan besar untuk menjadi seorang pastor, khususnya biarawan Kapusin. Cita-cita itu muncul ketika dia bertemu dan menjadi akrab dengan seorang pastor tua yang melayani di Paroki St. Pius X Bengkayang pada waktu itu, yakni P. Dismas Waterreus, OFMCap. Pastor Dismas sering turne dan menginap di rumahnya. Seringkali, pastor itu membawa mainan untuknya maupun untuk anak-anak di kampungnya.
Dengan sikap dan pembawaannya yang ramah, senang bergaul dengan penduduk, dan mengenakan pakaian (jubah Kapusin) yang sederhana, Pastor Dismas diam-diam telah memikat hatinya. Dalam pandangan Victorius, Pastor Dismas rajin merayakan Misa Kudus dan giat merasul di tengah umat. Kehadiran pastor tersebut selalu dirindukan, dan kedatangannya pasti disambut dengan sukacita oleh orang-orang sekampungnya. Hasilnya, semakin banyak orang mengenal iman Katolik dan dibaptis.
Namun, keinginan Victorius untuk menjadi seorang imam sempat hilang ketika dia melanjutkan pendidikan ke SMPN Sanggau Ledo (lulus pada tahun 1985). Lingkungan pergaulan adalah faktor utama yang memengaruhinya. Panggilan tersebut kembali bergema pada saat dia menginjak kelas III, tepatnya pada Semester VI dan menjelang ujian akhir. Dia tidak mau panggilannya itu memudar kembali. Maka setelah tamat dari SMP, dan dengan dukungan dari kedua orangtuanya, Victorius mendaftarkan diri ke SMA Seminari Menengah St. Paulus, Nyarumkop.
PANGGILAN BERSEMI DI SEMINARI
Victorius diterima untuk melanjutkan pendidikannya di SMA Seminari Menengah St. Paulus, Nyarumkop (lulus pada tahun 1988). Di sana, dia tinggal di Asrama Widya, asrama yang khusus diperuntukkan bagi para seminaris. Dia memilih jurusan Fisika sebagai konsentrasi studinya.
Selama di seminari, dia sering menggunakan waktu luangnya untuk olahraga atau membaca buku-buku berbahasa Inggris. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila mata pelajaran dengan nilai paling tinggi adalah Bahasa Inggris. Victorius memang senang belajar bahasa asing. Hal itu juga tampak dalam hasil ujian akhir Kursus Bahasa Latin yang diikutinya pada tanggal 14 April 1988. Setelah mempelajari bahasa Latin selama tiga tahun, dia berhasil meraih predikat optime (terbaik). Selain senang membaca dan belajar bahasa, dia juga suka bernyanyi dan bermain gitar. Dia sungguh mendapat dukungan yang positif dari para staf pengajar di seminari, termasuk dari Kepala Sekolah seminari pada waktu itu, bapak RPL. Suyadi Kusumaprawira.
Victorius merasa bahwa panggilannya sungguh-sungguh berkembang di Seminari Menengah. Di tempat itu, dia bisa melihat langsung realitas kehidupan para pastor Kapusin yang sangat bersemangat untuk merasul dan kuat dalam hidup persaudaraan mereka. Karena ingin berkenalan dengan spiritualitas Ordo Kapusin, Victorius memilih P. Amantius Pijnenburg, OFMCap. sebagai pastor pembimbing rohaninya di seminari. Dari beliaulah, Victorius kemudian mengenal Ordo Kapusin dan kehidupan para anggotanya dengan lebih mendalam. Dia juga beryukur karena diberi kesempatan untuk mengikuti Retret Persiapan Panggilan di Wisma Emaus, Nyarumkop.
MENGAPA MEMILIH KAPUSIN?
Ketika menginjak tahun terakhir di Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop, Victorius diminta untuk mengisi formulir yang berisi pertanyaan-pertanyaan bagi para calon Kapusin. Dalam lampiran questionnaire tertanggal 20 Februari 1988 tersebut, beliau menuliskan refleksinya yang berjudul “Mengapa Saya Mau Menjadi Kapusin.”
Victorius menulis demikian, “Para pastor Kapusin dituntut untuk dapat meneladani sikap dan perbuatan Santu Fransiskus ini melalui tindakan dan sikapnya sehari-hari. Terutama dalam Ordo Kapusin ini lebih ditekankan pola hidup miskin dan dengan semangat persaudaraan yang kuat. Persaudaraan adalah faktor yang penting dalam kehidupan manusia, baik dalam hidup bermasyarakat ataupun dalam hidup sebagai pribadi. Sebab dengan semangat persaudaraan yang kuat, kita dapat saling memberi, mengisi dan mengembangkan diri bersama dengan orang lain, serta akan mendapat dukungan, bantuan dalam menyelesaikan suatu masalah.”
Dia melanjutkan, “Ordo Kapusin adalah Ordo yang menitikberatkan pola hidup sederhana. Dalam arti jasmani (material), dan tidak akan bercita-cita untuk hidup kaya, mewah dan berfoya-foya. Saya merasa tertarik dengan pola hidup seperti itu. Sebab pada dasarnya kalau saya mau hidup mewah, kaya, dan berfoya-foya, saya tidak memilih Ordo ini. Tetapi Tuhan telah memilih saya untuk memilih pola hidup yang sederhana, untuk hidup dalam persaudaraan yang kuat, serta didukung oleh fihak orangtua dan dari saya sendiri, maka saya memilih Ordo Kapusin, Ordo yang paling cocok untuk saya.”
Refleskinya mendalam, berisi, dan keluar langsung dari suara hati maupun pengalaman hidup hariannya. Oleh karena itu, pada saat pendidikan di Seminari Menengah akan berakhir, Victorius sudah mantap pada keputusannya: dia siap untuk menjadi seorang calon imam Kapusin. Maka dalam surat lamarannya ke Rhetorica Pematangsiantar, dia menuliskan refleksi panggilannya sebagai berikut: “Berdasarkan pengalaman yang saya peroleh selama saya dididik di Nyarumkop, saya merasa sangat tertarik pada Ordo Kapusin. Karena saya merasa cocok untuk hidup dalam persaudaraan, yang mana seperti yang saya rasakan, bahwa dalam persaudaraan itu saya akan memperoleh bantuan, pertolongan dan dukungan dari teman-teman dalam menghadapi tantangan dan kesulitan-kesulitan. Di samping itu, yang mendorong saya memilih Ordo Kapusin [adalah] karena paroki kami dikelola oleh pastor dari Ordo Kapusin, yang telah banyak berjasa di daerah kami.”
Victorius sungguh-sungguh jatuh cinta kepada Ordo Kapusin, seraya menyadari bahwa jumlah tenaga imam masih sangat kurang sementara kebutuhan umat akan pelayanan pastor pasti akan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan pada kesadaran inilah, dia mau mempersembahkan seluruh hidupnya bagi Allah, demi pelayanan dalam Gereja.
LANGKAH PASTI MENUJU KE SUMATERA UTARA
Victorius diterima masuk ke Rhetorica di Seminari Menengah Christus Sacerdos, Jalan Lapangan Bola Atas, Pematangsiantar, pada tahun 1988. Direktur Seminari Menengah Pematangsiantar pada waktu itu adalah P. Anselmus Mahulae, OFMCap. dan wali kelasnya adalah P. Eduard Verrijt, OFMCap. Kehadirannya di tengah-tengah para saudara Kapusin telah membuat panggilannya semakin bertumbuh subur.
Ketika sedang berada di tahun Rhetorica, Victorius memperoleh kesempatan untuk mengikuti Kursus Pertanian-Peternakan Pengembangan Desa Ketrampilan, yang diselenggarakan oleh Lembaga Latihan Pertanian (LLP) Kabanjahe, pada tanggal 8-21 Januari 1989. Pengalamannya ini akan mengubah cara pandangnya di masa yang akan datang, terutama dalam melihat peluang-peluang untuk pengembangan dan pemberdayaan desa-desa tertinggal.
Pendiriannya untuk menjadi Kapusin kokoh dan tidak tergoyahkan ketika dia akan menyelesaikan tahun Rhetorica. Dalam surat lamarannya ke Novisiat Parapat tertanggal 10 April 1989, Victorius menulis kepada P. Franz Xaver Brantschen, OFMCap, Superior Regionis Kalimantan Barat pada waktu itu, demikian: “Saya akan tetap memilih Ordo Kapusin, yang saya anggap paling baik dan cocok dengan cita-cita saya dari semula.”
SEORANG NOVIS BERBAKAT BAHASA
Victorius diterima di Novisiat Kapusin Parapat pada tanggal 5 Juli 1989. Ketika di Novisiat, dia sangat peka terhadap para saudaranya, secara khusus bagi mereka yang sedang mengalami kesulitan. Dia adalah seorang yang ringan tangan, selalu siap untuk membantu. Dia dapat menyesuaikan diri dengan semua saudara dan tidak mengalami kesulitan dalam bergaul dengan orang lain.
Victorius adalah seorang novis yang cemerlang. Dia juga sangat senang belajar bahasa asing, seperti Latin, Inggris, dan Belanda. Menurut P. Fransiskus Yosnianto, OFMCap dan P. Joseph Juwono, OFMCap., teman-teman seangkatannya, Victorius sangat getol belajar bahasa asing secara otodidak. Kertas-kertas yang bertuliskan kosakata bahasa asing dihafalnya dan dibawanya ke mana saja dia pergi. Dia selalu membayangkan bahwa pada suatu hari nanti dia akan berbicara langsung dengan Minister General dalam bahasa asing tersebut. Tidak mengherankan apabila pada waktu di Novisiat, dia sudah lancar berbicara dalam bahasa asing, khususnya bahasa Inggris. Karena kemampuannya tersebut, Magister Novisiat memintanya untuk menerjemahkan buku Legenda Perugina ke dalam bahasa Indonesia.
Setelah menjalani tahun kanonik selama satu tahun penuh, dia kemudian diizinkan untuk mengucapkan kaul perdananya di Biara Kapusin Parapat pada tanggal 2 Agustus 1990, di hadapan Superior Regionis Sumatera Utara, P. Barnabas Winkler, OFMCap, dengan disaksikan oleh P. Savio Nederstigt, OFMCap (saksi I) dan P. Marinus Telaumbanua (Saksi II).
KEPRIBADIAN YANG TELADAN
Berdasarkan testimonium dari para formator yang pernah membinanya, baik di Rhetorica Pematangsiantar (1988-1989), Novisiat Parapat (1990-1991), maupun menjelang Kaul Kekal di Biara Kapusin Jalan Medan (1997), mereka semua menyimpulkan bahwa Victorius adalah seorang pribadi yang rajin, tekun, dan mau bekerja keras. Dia tidak pilih-pilih dalam melakukan sebuah pekerjaan. Jika dia diberi sebuah tanggung jawab, hal itu akan dikerjakannya dengan sebaik mungkin dan sampai tuntas. Dia serius dalam studi dan sangat giat untuk mendalami bahan-bahan yang dipelajarinya. Itulah sebabnya, dia merupakan salah seorang frater yang pintar dan selalu cemerlang di kelasnya. Dia juga mau tampil secara terbuka dan spontan, periang dan seimbang, serta senang berolahraga. Pergaulannya merata dengan semua orang. Dia dapat menerima orang lain apa adanya, dan disenangi banyak orang.
Hal yang tidak kalah pentingnya, menurut para formator yang mengenalnya, Victorius adalah seorang pribadi yang bersungguh-sungguh untuk menghidupi panggilannya sebagai saudara dina Kapusin. Dia memilih untuk tampil secara sederhana, ramah, dan rendah hati. Sama seperti Santo Fransiskus dari Assisi, Victorius pun ingin hidup sederhana dan senang dengan apa saja yang diterimanya, tanpa banyak tuntutan. Dia berusaha memelihara hidup doa bersama, dan akan berusaha mencari waktu untuk doa pribadi. Di antara waktunya yang padat, dia suka membaca buku-buku rohani yang membantunya untuk menjadi peka akan keutamaan-keutamaan hidup. Dia juga adalah pribadi yang menyukai keheningan.
PENDIDIKAN DI BIDANG FILSAFAT DAN TEOLOGI
Setelah menyelesaikan masa Novisiat, Victorius meneruskan pendidikannya ke Fakultas Filsafat dan Teologi di STFT St. Yohanes, Pematangsiantar. Dekan Fakulatas Filsafat pada waktu itu adalah P. Leo. L. Sipahutar, OFMCap, dan pembantu dekan I adalah P. Anselmus F. Fau. Pendidikan Filsafat (dan masa TOP) ditempuh pada tahun 1990-1995, sementara Pendidikan Teologi ditempuh pada tahun 1996-1998. Victorius menyelesaikan pendidikannya di STFT St. Yohanes Pematangsiantar dengan hasil yang sungguh memuaskan.
Victorius menerima Kaul Kekal dalam Ordo Saudara Dina Kapusin Provinsi Santa Maria Ratu Para Malaikat pada tanggal 23 Agustus 1997. Karena dia terlibat aktif dalam Senat Mahasiswa (SEMA), maka dia memperoleh kesempatan untuk menghadiri Pertemuan Daerah I Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi Kristen se-Sumatera Utara pada tanggal 6 Desember 1997, di Kampus STT Abdi Sabda, Paya Geli, Sumatera Utara.
TAHBISAN IMAMAT DAN KARYA AWAL
Pada tanggal 10 Oktober 1998, bertempat di Gereja St. Pius X Bengkayang, Victorius menerima tahbisan imamat dari tangan Uskup Agung Pontianak, Mgr. Hieronymus Bumbun, OFMCap. Tugas perdananya adalah sebagai pastor rekan (vikaris) di Paroki Katedral, Pontianak (tahun 1998-2000). Selama bertugas di sana, Victorius terlibat aktif dalam animasi kepemimpinan dan kreativitas kaum muda yang ada di seputaran kota Pontianak. Selain itu, dia juga mengadakan kegiatan pembinaan dan penyuluhan bagi penduduk di desa-desa terpencil.
Karena rasa kepeduliannya yang tinggi untuk membela kaum lemah dan marginal, maka P. Samuel Oton Sidin, OFMCap., Minister Provinsial pada waktu itu (sekarang Uskup Sintang), mengarahkan Victorius untuk studi hukum. Agar persiapannya matang dan lebih fokus, pada awal tahun 2001 Victorius pindah ke Fraternitas Paroki Santo Fransiskus Assisi, Tebet, Jakarta. Sambil membantu P. Bernard Lam, OFMCap. (Pastor Paroki), dia mengambil kursus Bahasa Belanda di Erasmus Taalcentrum.
Setelah mendapat persetujuan resmi dari P. John Corriveau, OFMCap., Minister General pada waktu itu, Victorius kemudian melanjutkan kursus Bahasa Belanda di Pusat Bahasa Universitas Katolik Nijmegen, Belanda, dari Maret-Desember 2002. Setelah kursusnya selesai, Victorius kembali ke Indonesia sambil tetap melayani di Paroki Santo Fransiskus Assisi, Tebet, Jakarta.
PENDIDIKAN DAN AKTIVITAS DI BIDANG HUKUM
Pada tahun 2003, dia diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum, Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta, dengan program studi Hukum Sipil. Selama kuliah di UKI, Victorius telah mengikuti banyak pelatihan dan seminar di bidang advokasi hukum yang diselenggarakan oleh beberapa organisasi, seperti Permahi Jaya dan Kepresma Usakti (Jakarta), Forum Indonesia Sehat (Jakarta), Yayasan Pengembangan dan Manajemen Kesehatan Perdhaki (Jakarta), Akademi Sekretari dan Manajemen Marsudirini (ASMI) Santa Maria (Yogyakarta), dan masih banyak lagi. Dia senang karena bisa belajar dari para advokat yang bergerak di bidang pendidikan, kesehatan, yayasan, dan manajemen perkantoran. Victorius kemudian wisuda pada tanggal 29 Februari 2008, dengan hasil yang sungguh memuaskan.
Setelah menyelesaikan pendidikan sarjananya, Victorius diangkat menjadi Sekretaris Keuskupan Agung Pontianak, sekaligus sebagai Ketua Yayasan Dharma Insan yang mengelola Rumah Sakit Santo Antonius dan Akademi Keperawatan Dharma Insan, Pontianak (tahun 2008-2012). Dalam rentang waktu empat tahun ini, Victorius aktif menjalin koneksi dengan para ahli hukum seraya mengikuti pelatihan dan pendidikan di bidang hukum. Beberapa kegiatan yang pernah diikutinya, antara lain: Pelatihan Penyusunan Kontrak/Perjanjian Antara Dokter dan Rumah Sakit (oleh Yayasan Pengembangan dan Manajemen Kesehatan Perdhaki), Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) (oleh Perhimpunan Advokat Indonesia – PERADI), Pendidikan Pancasila, Konstitusi, dan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi bagi Kalangan Pendidik Perguruan Tinggi dan Sekolah Katolik se-Indonesia, Kerjasama Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi RI dengan Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik – APTIK (oleh Mahkamah Konstitusi R.I.), dan masih banyak lagi.
Tidak diragukan lagi bahwa Victorius memang mempunyai bakat bahasa dan studi yang cemerlang. Relasinya dengan para advokat dan penggiat hukum juga sudah mulai terjalin dengan baik. Dia sebenarnya mempunyai peluang besar untuk studi lanjut, bahkan ke tingkat doktoral. Namun Tuhan Yesus ternyata mempunyai rencana lain atas diri Victorius.
TUGAS BESAR DALAM ORDO KAPUSIN
Pada tahun 2012, Victorius dipilih dan diangkat menjadi Minister Provinsial Kapusin Provinsi Pontianak. Dengan menjadi seorang provinsial, dia bertanggungjawab dalam koordinasi personel seluruh saudara Kapusin Provinsi Pontianak, yang tersebar di Keuskupan Agung Pontianak, Keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Sanggau, Keuskupan Sintang, Keuskupan Palangkaraya, dan juga di luar negeri. Di samping menjadi Minister Provinsial, Victorius juga ditampuk menjadi presiden Pacific-Asia Capuchin Conference (PACC), sebuah badan perhimpunan bagi para petinggi Ordo Kapusin se-Asia Pasifik. Namun, dia hanya menduduki kedua jabatan penting tersebut kurang dari satu tahun. Rupanya, Tuhan Yesus telah mempersiapkan jabatan yang lebih tinggi baginya.
Pada tahun 2013, Konselor Jenderal untuk PACC sedang sakit berat, dan karenanya, mengajukan pengunduran dirinya. Konselor Jenderal adalah anggota Dewan Penasehat untuk Minister General di Roma, serta bertanggungjawab dalam mengkoordinir dan memfasilitasi kerjasama antar-jajaran yang ada di bawahnya (para provinsial, kustos, dan delegatus) di suatu wilayah konferensi tertentu, yakni negara-negara tempat para saudara Kapusin berkarya. Untuk Ordo Kapusin sedunia, hanya ada 10 (sepuluh) orang Konselor Jenderal. Victorius ternyata terpilih untuk menggantikan jabatan Konselor Jenderal PACC, dan karenanya, harus berdomisili di Kuria General, Roma. Oleh sebab itu, sejak tahun 2013 sampai tahun 2023, Victorius adalah pimpinan tertinggi dari para provinsial, kustos, dan delegatus yang ada di wilayah Asia Pasifik, meliputi Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia-Singapura, New Zealand, Papua New Guinea, Filipina, Thailand, dan Uni Emirat Arab (terbaru). Dia mampu berbahasa Italia, Inggris, dan Belanda. Saat ini pun, dia sedang belajar bahasa Spanyol dan Prancis.
PENUTUP
Setelah kita melihat latar belakang keluarga, masa kecil, motivasi panggilan, bakat, pendidikan, dan kenaikan cepat dalam jenjang kariernya, maka tidak diragukan lagi bahwa Victorius adalah seorang pribadi yang baik dan pemimpin yang berkharisma. Pengalamannya sebagai penggiat hukum sipil dan pemimpin wilayah tertinggi dalam bagan kepemimpinan Ordo Kapusin di dunia pasti telah mengajarinya banyak hal, seraya membentuk karakternya menjadi seorang pemimpin yang teruji dan dapat diandalkan Gereja, khususnya bagi seluruh umat di Keuskupan Banjarmasin. Proficiat kepada Mgr. Victorius Dwiardy, OFMCap. Memang mantap tameh akepm koh! – P. Pionius Hendi, OFMCap.